Jumat, 12 Agustus 2011


Kajian Usulan Pengembalian Status Negeri
Samasuru –Paulohy – Poklawoni -Many
Oleh. Drs. C. Lekatompessy
Kasubbag Otda dan Perangkat Daerah


Secara historis kejayaan otonomi negeri pernah terjadi di Abad ke-14, dimana pada waktu itu tidak ada intervensi yang signifikan terhadap kekuatan otonomi negeri.  Setiap negeri bersifat otonom, penduduk negeri itu mempunyai kekuasaan mengatur masalah-masalah dalam masyarakat mereka masing-masing. Mereka tidak mengenal adanya kekuasaan lebih tinggi, yang mempunyai wewenang untuk turut campur dalam persoalan masyarakat Negeri mereka. Kejayaan Negeri mulai terasa mengalami degradasi saat pemerintahan kolonial Belanda mulai mempengaruhi Pemerintahan Negeri melalui pengangkatan Raja-Raja Negeri dengan memberi surat pengangkatan .
(Abdullah  Tuasikal,2011)

1. Pendahuluan
Pasca pemberlakuan  Peraturan Kabupaten Maluku Tengah Nomor 1 Tahun 1996 Tentang Negeri yang ditempatkan sebagai Perda payung (Umbrella Vision) dan 15 peraturan daerah menyangkut pelaksanaanya dalam implementasinya pada kurun waktu tahun 2006 – 2011 telah membawa perubahan fundamental, terutama dalam merevitaliasi hukum adat dalam format pemerintahan Negeri.
Kajian ini dibuat untuk mengatasi permasalahan penempatan kedudukan negeri dalam format Negeri dan Adat  dalam kondisi terkini sejalan dengan perkembangan sejarah dan perubahan dalam konteks ketatanegaraan dan tata pemerintahan negeri.
Terjadinya arus tuntutan untuk mengembalikan status Negeri sebagaimana   ketentuan Perda 01 tahun 2006 tentang pasal 67 ayat 1 untuk  mengembalikan status bagi Negeri-Negeri yang menjadi dusun karena mengalami penggabungan menjadi satu negeri harus dilaksanakan dan dikembalikan statusnya sebagaimana sebelum terjadinya perubahan (penggabungan)  dengan jangka waktu paling lambat satu tahun setelah pemberlakuan Perda tersebut.

2. Perspektif Kedudukan Negeri
Di Kabupaten Maluku Tengah, sejauh ini ada dua perspektif untuk menempatkan kedudukan Negeri yakni  bentuk Negeri sebagai kesatuan masyarakat  hukum adat dan Negeri administratif.  Secara filosofi pengaturan pemerintahan Negeri masih merupakan cerminan kuat untuk menjembatani pembentukan pemerintahan negeri berdasarkan dua perspektif diatas dalam mengakomodir “Negeri adat” atau “otonomi asli” dengan Negeri Otonom dan bentuk Negeri Administratif merupakan tambahan yang mulai diperkenalkan sejak Orde Baru hingga sekarang
Usulan pengembalian status negeri  bertumpu pada azas pengakuan (Rekognisi) oleh negera terhadap Negeri  sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah, berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan berada di kabupaten/kota. Ketentuan dalam Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004  ini mengacu pada pada pasal 18 B Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (setelah di amandemen).
Perspektif untuk menempatkan kedudukan Negeri di Kabupaten Maluku Tengah dalam 2 bentuk pilihan kedudukan Negeri  diharapkan  konsisten pada satu kedudukan agar lebih jelas dan tidak menimbulkan tarikmenarik kekuasaan dan tanggungjawab. 
Berdasarkan perspektif kedudukan negeri/negeri administratif  dapat dibedakan menjadi 2  (dua) bentuk, antara lain : 1) Negeri adat (Self Governing Community), 2)   Negeri administratif (Local state government).  Perbedaan tersebut dilihat dari beberapa pendekatan antara lain : bentuk, status, azas pembentukannya dan institusional (kelembagaan)
1.        Negeri adat, berdasarkan bentuknya merupakan organisasi komunitas yang mempunyai pemerintahan sendiri,  dengan status sebagai organisasi komunitas yang lepas (di luar) struktur birokrasi Negara dengan azas pembentukannya adalah  Rekognisi (pengakuan dan penghormatan) dan secara institusional Negeri mempunyai kewenangan asalusul, Negeri mengelola urusanurusan masyarakat yang berskala lokal, mempunyai susunan asli, mempunyai institusi demokrasi komunitarian (musyawarah) dan Pemerintah Daerah memberikan bantuan keuangan. Keunggulan format negeri adat adalah sesuai dengan konteks sejarah Negeri yang mempunyai asalusul jauh sebelum lahir NKRI,  relevan dengan konsep pengakuan dan penghormatan yang tertuang dalam konstitusi,  relevan dengan keragaman Negeri-Negeri di Kabupaten Maluku Tengah.
2.        Negeri Administratif, merupakan persekutuan masyarakat hukum yang bukan masyarakat hukum adat dengan status sebagai unit pemerintahan lokal otonom yang berada dalam subsistem pemerintahan daerah,  dengan azas pembentukannya adalah Desentralisasi (penyerahan) serta memiliki status otonomi terbatas, Pemerintah Daerah dapat memberikan desentralisasi (penyerahan) urusan urusan menjadi kewenangan Negeri, mempunyai institusi politik demokrasi modern (elektoral dan perwakilan) dalam bentuk Badan Permusyawaratan Negeri dan untuk Pemerintah wajib mengalokasikan (alokasi) anggaran untuk membiayai pelaksanaan kewenangan/urusan.  Dengan keunggulan yang dimiliki oleh Negeri administratif antara lain :  Kedudukan dan formatnya lebih mudah, simpel dan  konkruen dengan pemerintahan daerah,  memperjelas pembagian urusan dari pemerintah kepada Negeri, memungkinkan terjadinya penyebaran sumberdaya pada rakyat di level grass roots (Negeri),  mengakhiri dualisme dan benturan antara modernisme vs tradisionalisme atau antara Negeri dinas/administratif dan Negeri adat,  Negeri menjadi lebih modern dan dinamis.

Terlepas dari keunggulan yang dimiliki dalam implementasinya, masih terdapat kritikan terhadap beberapa kelemahan (termasuk tantangan, risiko dan keterbatasan) di negeri-negeri adat antara lain : Mengalami kerumitan/ kesulitan dalam merumuskan desain kelembagaan pengakuan (apa yang diakui, siapa yang mengakui, dan  bagaimana mengakui),  Rumit / sulit dalam merumuskan  format keragaman lokal dan  menentukan standar dalam pengaturan dan  pelayanan publik pada masyarakat Negeri,  bahkan sulit membangun kesatuan alam keragaman. Yang  menonjol adalah keragaman dalam kesatuan,  Negeri terus terjebak dalam tradisionalismeromantisme dan sulit berkembang secara dinamis.
Dengan demikian usul untuk melakukan pengembalian status negeri melalui Azas Rekognisi atau Pengakuan dan penghormatan terhadap kesatuan masyarakat hukum adat dalam bentuk organisasi komunitas yang mempunyai pemerintahan sendiri akan tetap dilakukan secara konsisten oleh pemerintah daerah,  dan untuk menjawab tuntutan  pengembalian status negeri paling tidak ada 4 (empat) pilihan untuk menempatkan kedudukan negeri dalam perspektif yang tepat sehingga mampu menciptakan unit pemerintahan yang  efektif  ditengah kondisi pengaruh adat dan modernitas yang sama-sama kuat,  pilihan tersebut antara lain :
1.    Ada adat tetapi tidak ada Negeri, dalam komunitas masyarakat ini  adat sangat berperan dan diarahkan ke  bentuk ke Negeri Adat (self governing community).  Kondisi ini terjadi pada beberapa negeri yang disatukan dalam satu wilayah regentschap semasa pemerintahan Hinda Belanda sehingga menghilangkan beberapa negeri adat karena dilebur dalam satu unit pemerintahan negeri.  Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah sependapat bahwa harus dilakukan pengembalian status bagi negeri-negeri tersebut,  akan tetapi diperlukan pengkajian secara historis, social budaya, kausalitas, dan secara sistemik.
2.    Tidak ada adat tetapi ada Negeri,  Dalam lingkungan masyarakat ini pengaruh adat sangat kecil, ini terjadi pada kesatuan masyarakat  diluar lingkungan masyarakat hukum adat didorong menjadi Negeri Administratif yang lebih otonom, local self government. ini berlaku bagi desa-desa yang dibentuk diluar persekutuan masyarakat hukum adat.
3.    Integrasi antara Negeri Adat dan Negeri Administratif.  Hal ini terjadi pada usulan pemekaran negeri adat yang memekarkan sebagian wilayahnya yang juga merupakan bagian dari   persekutuan masyarakat hukum adat baik secara genealogis maupun territorial (dalam konsep sepetuanan).  Pemekaran wilayah petuanan dengan membentuk unit pemerintahan Negeri Administratif dalam lingkungan pemerintahan negeri secara tidak sadar telah menimbulkan hierarki antara pemerintahan.  Sesuai dengan tujuannya pembentukan organisasi pemerintahan negeri yang berbentuk negeri administrative adalah untuk membentuk unit pelayanan yang lebih dekat dengan masyarakat dan bersifat otonom menjadi lebih terbatas (otonomi terbatas)  dipilah secara bijaksana dalam hal kewenangan,  terutama  pembagian kewenangan hal asal usul yang tidak sepenuhnya menjadi kewenangan negeri administrative tetapi merupakan kewenangan Negeri induknya (dalam konsep sepetuanan) dengan demikian urusan yang bersumber dari hak asal usul harus dapat diatur secara bersama-sama antara negeri dengan negeri administratif dibawahnya.
4.    Tidak ada adat dan tidak ada Negeri,  maka dalam pembentukannya diarahkan pada negeri administratif atau kelurahan sangat tergantung pada letak dan tingkat perkembanganya. Kedepan format ini lebih relevan bagi negeri administrative/kelurahan  yang dibentuk karena kebijakan pemerintah tertentu (Transmigrasi, relokasi dan lain-lain).


3. Pengembalian Status Negeri Samasuru

Kajian pengembalian status Negeri Samasuru bertumpu pada beberapa argumentasi dasar  yang perlu dikemukakan  dan diungkap melalui beberapa pertanyaan pokok yang harus dijawab antara lain :
a.    Kapan terbentuknya persekutuan masyarakat adat samasuru ?
b.    Mengapa dilakukan pengembalian status Negeri?
c.    Bagaimana melakukan pengakuan dan pengembalian status negeri adat ?
d.    Apa syarat-sayarat saja yang harus dipenuhi dalam pengembalian status negeri ?
e.    Siapa yang harus melakukan pengakuan?
f.     Apakah Samasuru merupakan persektuan masyarakat hukum adat yang bersifat genealogis territorial?
g.    Bagaimanakah terjadinya proses pembentukan masyarakat adat negeri Samasuru ?
h.    Bagaimana struktur masyarakat adat Samasuru ?
i.      Mengapa kemudian terbentuk negeri Samasuru Paulohy   (Sampau)
j.      Dalam Konteks Desa Elpaputih (pada zaman Kolonial Belanda dan zaman orde baru) bagaimana kedudukan masyarakat adat samasuru dalam lingkungan pemerintahan desanya.


Negeri Samasuru Menurut Pandangan Negeri-Negeri Sekitar
Uraian ini berisikan tentang 2 (dua)  pandangan yang berbeda tentang keberadaan Negeri Samaru maupun dalam hubungannya dengan Paulohy, Many dan Poklowoni dan konsep Desa Elaputih .
a.    Pandangan 1 : “Samasuru adalah Negeri dan tidak dikenal Negeri Elpaputih”
Pandangan ini bertumpu pada pengakuan berdasarkan asal usul dan adat istiadat dari beberapa tokoh adat dan pemerintahan di Negeri-Negeri sekitar kawasan Teluk Elpaputih yang menyatakan bahwa “Samasuru adalah Negeri Adat yang otonom”.
Beberapa penyataan menjelaskan bahwa :
·           Sebagaimana surat pernyataan nomor 01/SP/PNW/78 tanggal 3 Juli 1978 yang ditandatangani oleh Kepala Pemerintah Negeri Wasia sdr.Th. Kariuw dan Kepala-Kepala Soa antara lain : N. Hunitetu, F.Rumahloine,  Y. Kariuw dan F. Rumahmury, menyatakan bahwa :
“ ….. berdasarkan sejarah dan asal usul sejak datuk-datuk dari Nunusaku sesuai sejarah, tidak pernah mendengar/mendengar cerita tentang adanya Negeri Elpaputih, bahwa sesungguhnya yang dikenal adalah Negeri Samasuru, Paulohy,Many dan Poklowony.  Dengan bukti pemerintahan asli yang sah adalah : a) Many, Pemerintahannya Latu Rumakina, b) Samasuru dengan Latu Mailopu.
Dalam hubungan persaudaraan yang lebih merupakan hubungan sillaturahim, dikenal hubungan antara soa yaitu “ Soa Rumahloine di Wasia dan Soa Tuny-Picasouw di Samasuru, tetapi bukannya Soa Rumahloine di Wasia dengan Soa Tuny – Picasouw di Elpaputih.
Bahwa sesungguhnya nama Negeri Elpaputih baru dibentuk sejak tahun 1920, yaitu pada masa pemerintahan almarhum Moses Laturiuw atas sponsor dan penjajahan Belanda
Pembentukan nama Elpaputih pada waktu itu bertujuan untuk memperluaskan daerah kekuasaanya/daerah kerjanya. Oleh sebab itu terbentuknya nama Elpaputih adalah suatu politik ekspansi dari almarhum Moses Laturiuw demi kepentingan pribadinya, hal ini dirasakan juga oleh Negeri Wasia.  Hal ini adalah follow up dari devide et impera ciptaan Belanda.
Bahwa Elpaputih adalah nama sebuah teluk di seram selatan yang terbentuk/terbentang dari Tamilouw sampai dengan tanjung Tuhal (tanjung latu); tetapi bukanya Elpaputih  artinya gabungan dari desa Samasuru, Paulohy, Many dan Poklowoni….”

  • Surat Keterangan Pemerintah Negeri Sahulau tanggal 1 Juni 1983 (ditandatangani oleh Pemerintah Negeri Sahulau Sdr. M. Kasamilale), dalam surat keterangan ini diberikan keterangan yang sebenar-benarnya bahwa :
“Negeri Samasuru sejak dahulu telah ada dengan pemerintahannya yang sah tetapi baru pada tahun 1921 nama negeri dilebur menjadi Elpaputih pada zaman Keperintahan Raja Paulohy yang bernama M.W. Laturiuw, dizaman penjajahan Belanda.  Kami sebagai negeri tetangga terdekat dengan negeri Samasuru tidak mengenal apa yang dinamakan Elpaputih itu.
Adapun tempat tinggak kami yang semula pada zaman dahulu ditempat yang bernama Kotateine daerah pegunungan dekat sungai Mala yang ditunjuk oleh Ina Ama (Samasuru) untuk menjaga perbatasan antara Patawisa dan Patalima didaerah pegunungan, sedangkan yang menjaga perbatasan antara Patasiwa dan Patalima didaerah Pantai adalah Samasuru.”
Surat ini mendapat pengesahan dari Saniri Negeri dan Tua-Tua Adat Negeri Sahulau sebanyak 9 orang.

  • Surat Keterangan Pieter Rudolf Lailossa (Bekas Pemerintah Negeri Waraka) tanggal 28 Mei 1983, dengan isi keterangan sebagai berikut :
“Bahwa pada tahun 1919 -1926 sdr.Pieter Rudolf Lailossa pernah bekerja sebagai pegawai pada Kantor H.P.B. Amahai dengan pangkat terakhir sebelum menjadi pemerintah Negeri sebagai Inl.Schryver.
Dari tanggal 25 Januari 1929 sampai dengan 27 Nopember 1973 sebagai Pemerintah Negeri Waraka.
Pada tahun 1921 sewaktu saya sebagai pegawai dalam perjalanan dinas ke samasuru/paulohy bersama-sama H.P.B. L.J.Techlman menyatakan bahwa karena sdr. Adolf Maipouw dianggap tidak mampu maka hari ini kami perhatikan sampai dengan ada anak berbangsa yang cukup/cakap baru jabatan ini dikembalikan. Sedang kami menunjuk orang kaya Paulohy sebagai Wakil Pemerintah Negeri Samasuru.
Kami tahu pada waktu itu bahwa tidak disebut bahwa dengan diperhentikannya orang kaya Samasuru, maka sekaligus nama negeri Samasuru/Paulohy diganti dengan Elpaputih.”

  • Surat kesaksian dari Sdr. M. Wasia (Bekas Pemerintah Negeri Wasia mulai menjabat tahun 1939) dengan kesaksian sebagai sebagai berikut :
“Negeri Wasia pada umumnya mengetahui bahwa pada zaman dulu kala sejak datuk-datuk kami ada Negeri Samasuru. Negeri Samasuru ini mempunyai hubungan erat dengan Negeri Wasia.
Dijaman Pemerintah Belanda, almarhum orang tua saya bernama Willem Wasia memegang jabatan Pemerintah Negeri Wasia dengan Besluit Resident Amboina tanggal 31 Oktober 1905 nomor 5246 dan pada tanggal 3 Maret 1930 ia mengakhiri keperintahannya disebebkan meninggal dunia.
Menurut cerita orang tua saya (Willem Wasia) bahwa nama Negeri Elpaputih baru terbentuk pada tahun 1920 yang mencakup Negeri Paulohy, Samasuru dan Many.  Sedangkan pada mulanya masing-masing Negeri mempunyai pemerintahan sendiri.  Hal ini baru terjadi pada waktu almarhum M.W.Laturiuw memegang jabatan pemerintah Negeru Paulohy.
Sejak kematian orang tua saya, saya diperintahkan untuk bekerja pada kantor Onderafdeling Amahai sesuai Besluit Jonge Regent Wasia dengan Besluit dd. Resident Amboina No.326. lamanya pekerjaan saya 6 tahun dan dipekerjakan sebagai magang kemudian ditingkatkan sebagai leering schrijver yang kemudian adalah ahli waris Pemerintah Negeri Wasia.
Dalam pekerjaan tersebut, saya pernah melihat dan menyaksikan dengan mata kepala saya dimana arsip-arsip dinas yang tersimpan di berkas-berkas pada tahun yang lampau yaitu tahun 1918,1919,1920 ternyata ada Pemerintah Negeri Samasuru, Paulohy, dan Many. ……
….. dengan demikian penggabungan ketiga Negeri tersebut tidak mempunyai dasar, oleh karena Negeri Samasuru Maupun Many mempunyai status semula sejak datuk-datuk kami …….”


  • Surat keterangan adanya hubungan PELA dan GANDONG
1)        Keterangan adanya hubungan Pela dari Pemerintah Negeri Iha (P. Saparua) beserta Saniri Negeri Lengkap dan Tua-Tua Adat (surat keterangan hubungan pela nomor :011/Id/KT/1978 tanggal 20 Juli 1978 kecamatan Negeri Wasia) dengan keterangan bahwa :
“Antara Negeri Iha (Saparua) dan Samasuru (P. Seram) ada hubungan Pela.  Pela (ikatan persaudaraan antara Negeri) itu diikat pada masa beberapa abad yang lalu yaitu pada waktu terjadi peperangan antara negeri-Negeri di Pesisir dan Negeri_Negeri di Pegunungan.  Pada waktu itu hampir saja Negeri-negeri di Pesisir lenyap akibta peperangan itu. Saat itu Negeri Iha masih berkedudukan di Tihulei di tanjung Tuhal sekarang.  Atas permufakatan kedua negeri Iha dan Samasuru,  keduanya naik ke gunung menghadap tiga batang air (Tala, Eti, Sapalewa) memohonkan perdamaian.  Tiga batang air mengabulkan permintaan itu asaj saja member tebusan berupa parang, tombak, piring tua dsb.
Iha dan Samasuru menyanggupi putusan itu dan alhasil Negeri-Negeri Pesisir menjadi aman.  Tiga Batang Air member gelaran Kepada Samasuru “INA AMA” dan kepada Iha “WARIWA …..”

2)        Keterangan adanya hubungan Pela dari Pemerintah Negeri Ameth (P. Saparua) beserta Saniri Negeri Lengkap dan Tua-Tua Adat (surat keterangan tertanggal tanggal 10 Juni 1983 dengan keterangan bahwa :
“Benar Negeri Ameth (Samasuru Amalatu) ada hubungan Pela dengan Negeri Samasuru di Nusa Ina, sejak beberapa abad lampua,  dimana pelaksanaanya (perikatan pela) sudah dapat dikerjakan antara kedua Negeri silih berganti.
Untuk membuktikan hal ini kedua negeri telah dapat memberikan pemberian masing-masing selaku mata pela yakni :
Dari Negeri Samasuru (Nusa Ina) memberikan sebuah dusun yang bernama Manuhurunyo, dekat petuanan negeri Waraka, didalamnya ada terdapat sebuah sungai kecil yang dinamakan sungai/air Patola, dusun mana hasilnya semnantiasa dimakan oleh masyarakat negeri Ameth sampai saat ini,  dengan tidak ada gangguan dari siapapun, khususnya pemerintah negeri Waraka dan rakyatnya.
Dari Negeri Ameth (Samasuru Amalatu) memberikan totobuang dan sebuah arumbai besar (Samagera),  pemberian mana sewaktu tibanya orang kaya Samasuru yang bernama Pieter Tuny bersama sebahagian orang masyarakatnya ke Ameth untuk pelaksanaan perikatan pela, sesuai apa yang dicantumkan diatas…”
3)        Keterangan adanya hubungan Pela dari Pemerintah Negeri Tihulale (kec. Kairatu) beserta Saniri Negeri dan Tua-Tua Adat (surat keterangan tertanggal tanggal 14 Juni 1983 dengan keterangan bahwa :
“Benar Negeri Tihulale (Amalessy) mempunyai hubungan/ikatan Pela dengan Negeri Samasuru.
Bahwa terjadinya hubungan/ikatan Pela antara Negeri Tihulale/Amalessy dan Negeri Samasuru ini ialah pada waktu peperangan Huamoal sekitar tahun 1960.
Bahwa sekembalinya rombongan dari perang Huamoal, ikatan hubungan /ikatan pela dikukuhkan disuatu tempat yang diberi nama NAMA ERI yang terletak antara Negeri Tihulale/Amalessy dan Negeri Kamarian.
Bahwa menurut sejarah waktu itu yang menjadi raja di Samasuru adalah Raja Mailopu, sedangkan yang menjadi Raja di Negeri Tihulale/Amalessy adalah Raja Wairata.
Bahwa pada tahun 1911 telah terjadi acara pemanasan pela di Negeri Tihulale/Amalessy antara rakyat Samasuru yang dipimpin oleh almarhum Laurens Mailopuw dan rakyat Tihulale/Amalessy yang dipimpin oleh almarhum Elias Pariama.
Bahwa pada tahun 1939 acara pemanasan pela antara Tihulale/Amalessy adan Samasuru mau dilaksanakan kembali, namun tidak berhasil.
Bahwa tidak dapat berhasilnya acara pemanasan pela pada tahun 1939 diatas, karena rakyat Tihulale/Amalessy yang dipimpin oleh Pemerintah Negeri almarhum Th. Salawane mengetahui persis bahwa Negeri Tihulale/Amalessy mempunyai hubungan pela dengan Samasuru, bukannya dengan Negeri Elpaputih ……”

4)        Keterangan adanya hubungan Saudara GANDONG (Wariwaa) antara kedua masyarakat Negeri Kulur (Uru Haite Sirlouw) dan Samasuru (Uru Amalatu), dengan keterangan dari pemerintah Negeri Kulur dan Saniri Negeri dan Tua-Tua Adat tanggal 8 Juni 1983 yang menerangkan bahwa :
“ bahwa kami Masyarakat Negeri Kulur (Uru) dengan masyarakat Negeri Samasuru (Uru Amalatu)  adalah hubungan saudara kandung (adik-kakak) dengan kata bahasa WARIWAA.
Bahwa hubungan persaudaraan antara masyarakat kedua Negeri yang di sebut WARIWAA ini, diikat sampai hari ini, dengan peninggalan oleh orang tua kedua Negeri (Kulur dan Samasuru), berupa sebuah tempayang besar, yang ditinggalkan di Negeri Kulur.
Perlu dijelaskan pula bahwa sejak jaman dahulu, masyarakat negeri Samasuru diketuai oleh seorang Kapitan yang disebut Kapitan Mailopu.
Bahwa setelah masuknya bangsa Portugis ke Maluku, maka Kapitan Mailopu dinobatkan menjadi Raja Negeri Samasuru …”

b.    Pandangan 2 : “Elpaputih adalah Negeri  sebagaimana Desa Elpaputih”
Pandangan ini bertumpu pada pendapat bahwa Elpaputih adalah  Negeri adat,  berdasarkan hasil kajian terhadap beberapa dokumen menyangkut hubungan Samasuru – Paulohy – Poklawoni – Many, diperoleh kesimpulan bahwa pembentukan Negeri Elpaputih terjadi pada jaman Pemerintahan Hindia Belanda sejak sejak tahun 1921 setelah pemberhentian  Raja Negeri Samasuru sdr. Adolf Mailopuw oleh  H.P.B. L.J.Techlman  dan diikuti oleh penujukan M.W. Laturiuw orang kaya Paulohy sebagai wakil pemerintah negeri Samasuru selanjutnya terjadi penyatuan wilayah negeri menjadi Samasuru-Paulohy yang selanjutnya dibentuk Negeri Elpaputih.
Pembentukan  Negeri Elpaputih  yang merupakan penggabungan beberapa negeri adat dalam satu unit pemerintahan negeri telah melahirkan berbagai permasalahan mendasar terutama penataaan struktur sosial yang dipandang bertentangan dengan struktur hak asal usul dan menjadi permasalahan antara masyarakat kedua negeri dan hingga saat ini belum dapat diselesaikan secara tuntas.
Pendapat bahwa Negeri Elpaputih ada sejak dahulu kala adalah merupakan pendapat orang Paulohy saja, hal ini dapat dilihat dalam surat permohonan perobahan Nama Desa Sapaloni menjadi Elpapputih sebagaimana surat Pemerintah Desa Sapaloni nomor 32/X/2001 dengan argumentasi yang menyatakan bahwa :
”…. Bila kita menyelidiki dan menyelami sedalam-dalamnya sejarah persekutuan hukum adat Negeri Elpaputih sejak zaman purbakala sudah ada dengan sebutan Elepapute. ….bahwa Negeri Elepapute dengan teon negeri Eriamalatu adalah nama negeri yang diciptakan/ dimusyawarahkan para leluhur, semenjak hendak meninggalkan tempat tinggal di pegunungan (di puncak Gunung Pohon Batu) yang bernama Erihatuputi untuk turun ke tepi pantai…..”

Bahwa dalam poin 3 surat tersebut rujukan dalam buku Hikayat Valentya pada tahun 1400 Masehi, nama Negeri dan jemaat Elpaputih sudah ada sehingga nama Elpaputih bukanlah sebuah nama baru adalah pendapat yang tidak berdasar karena mendapat pengingkaran dari masyarakat adat sekitar kawasan teluk Elpaputih,  melalui surat-surat keterangan yang telah diuraikan pada bagian terdahulu, dan perlu dijelaskan bahwa Valentine adalah seorang penulis  yang sampai ke Maluku pada tahun 1720-an dengan demikian pendapat tersebut masih dapat diragukan keabsahannya.
Upaya untuk mengidentikan nama Negeri dengan nama Jemaat Elpaputih (sebutan untuk jemaat Kristen di Teluk Elpaputih) sangat tidak relevan karena banyak pendapat yang mempertentangkan hal tersebut dan menyatakan bahwa Negeri Elpaputih terbrntuk karena penyatuan beberapa Negeri oleh Pemerintah Hindia Belanda.
Rujukan sebutan Elpaputih dengan menggunakan laporan singkat mengenai gempa bumi di Ceram pada tanggal 30 September 1899 oleh Dr.R.D.M. Verbeek dan laporan mengenai keadaan kesehatan dari Amahei dan sekitarnya oleh J.A.B. Mastoof opsir kesehatan sedaerah pertama dari Ambon dan Ternate disertai korban jiwa tercatat di Elpaputih 1589 orang meninggal dunia dan 160 orang luka-luka tidak dapat dijadikan sebagai dasar untuk menyatakan bahwa Elpaputih yang dimaksud adalah Negeri  Elpaputih karena sesungguhnya adalah kawasan teluk yang terletak di wilayah selatan bagian pulau Seram yang terletak antara tanjung Tamilouw sampai dengan tanjung Latu dan bukan merupakan unit pemerintahan Negeri saat itu.
Lampiran surat keterangan sikap Ina Ama Talabati yang dibuat di Kairatu pada tanggal 30 Nopember 1999 tidak ada relevasinya dengan bukti sejarah asal usul negeri Elpaputih karena substansinya berisikan tentang pernyataan Saniri Talabatai dalam rangka menyikapi imbas/dampak dari konflik sosial Maluku di wilayah Talabatai dan juga karena pada saat itu Desa Elpaputih menjadi bagian dari wilayah Kabupaten Maluku Tengah.
Berdasarkan kajian dari pandangan ini sangat sulit untuk ditarik kesimpulan bahwa Elpaputih merupakan Sebuah Negeri sejak dulu kala karena minim muatan asal usul dan adat istiadat yang substansi yang diusulkan mendapat penolakan dari masyarakat sekitar Teluk Elpaputih.


Peubahan Nama Elpaputih Menjadi Samasuru-Palulohy Kemudian  Sapaloni 

Fakta bahwa penyatuan Negeri dengan pembentukan Negeri baru dengan nama Elpaputih oleh Pemerintahan Hindia Belanda pada tahun 1921 telah menimbulkan berbagai permasalahan yang menyebabkan hubungan antara masyarakat negeri mengalami pasang surut dan sangat berdampak pada ketentaraman dan ketertiban yang tidak  stabil di Negeri tersebut, beberapa alasan yang menyebabkan hingga sekarang hubungan masyarakat dalam Negeri Elpaputih tidak harmonis.
Kebijakan penunjukan orang kaya Paulohy sebagai wakil pemerintah negeri di samasuru menyebabkan tidak ada lagi pemerintah Negeri Samasuru,  beberapa alasan hilangnya pemerintah negeri Samasuru adalah bahwa dalam sistem pemerintahan Negeri masa Pemerintahan Hindia Belanda sebagaimana diatur dalam berdasarakan   Besluit van Secretaris van Staat, Gouverneur Generaal van Nederlandsch Indie tanggal 15 April 1824 No. 1 Staatsblad tahun 1824 No. 19a tentang Reglement op het Binnenlandsch Bestuur en dot der Financian op Amboina en Onderhoorighed mengatur  bahwa regent adalah orang yang pertama dari negeri yang bersangkutan yang langsung menerima perintah-perintah dari Pemerintah dan bertanggung jawab tentang pelaksanaannya di negerinya sendiri. 
Dengan diangkatnya pemerintah negeri yang baru maka secara langsung kekuasaan pemerintahan dari pemerintah negeri tersebut menjadi menjadi kewenangannya dengan demikian orang kaya Paulohy memiliki kekuasaan pemerintahan termasuk atas Negeri Samasuru.   Dalam perkembangan lebih lanjut kedua wilayah ini disatukan termasuk Many menjadi negeri Elpaputih dengan hak parentah berada di tangan Orang Kaya Paulohy.
Harmonisasi hubungan masyarakat yang tidak berjalan baik setelah penyatuan adalah “tidak dapat diterimanya Elpaputih sebagai Negeri “ beberapa alasan penolakan tersebut adalah karena :
  1. Berdasarkan asal usul terbentuknya persekutuan masyarakat hukum adat tidak dikenal Nama Negeri Elpaputih dan tidak ada Negeri Elpaputih,  walaupun pada kenyataannya tetap diberlakukan nama Negeri Elpaputih oleh Pemerintah Hindia Belanda.
  2. Secara structural penataan susunan masyarakat negeri Elpaputih tidak relevan dan tidak sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat.
  3. Fanatisme primordial – tradisional  yang diikat dalam bingkai persekutuan masyarakat hukum adat yang bersifat genealogis dan territorial, memiliki kekuatan tersendiri untuk menolak berbagai intervensi pihak yang tidak menjadi bagian dari persekutuan masyarakat hukum adat.
  4. Sikap penolakan terhadap adanya dominasi Negeri tertentu terhadap masyarakat Negeri setelah dilebur  telah menimbulkan permasalahan berkepanjangan terutama pengakuan atas status masing-masing yang dipandang sama dalam hukum adat dan hak untuk berpemerintahan.
  5. Dominasi kekuatan pemerintahan Negeri dipandang sebagai perusak struktur masyarakat hukum adat yang oleh masyarakat negeri sendiri dipandang sakral, terutama intervensi atas hak territorial dan independensi masyarakat hukum adat,  fakta bahwa wilayah territorial negeri yang diperoleh dengan peperangan merupakan pertaruhan atas harga diri masyarakat Negeri sehingga penyatuan dalam satu unit pemerintahan tidak dapat diterima dengan mudah.
Perjalanan pemerintahan Negeri mengalami pasang surut dan sarat dengan masalah mendasar yakni tidak adanya harmonisasi hubungan antara masyarakat masyarakat negeri karena sulit untuk menerima dan berada dibawah pemerintahan Negeri Elpaputih,  hal ini berlangsung sampai dengan tahun 1978.  Masyarakat Negeri Samasuru (Uru Amalatu) tetap memperjuangkan haknya untuk memiliki pemerintahan negeri tersendiri  sebagaimana sebelum dilebur menjadi negeri Elpaputih.
Berdasarkan perkembangan permasalahan tersebut maka Camat Amahai menyampaikan surat tertanggal 10 April 1976 nomor Dsa.458/6/3/IV tentang perobahan nama Negeri Elpaputih menjadi Samasuru-Paulohy yang ditindaklanjuti pada tahun 1978 Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Maluku Tengah mengeluarkan Keputusan Nomor 82/KPTS/1978 tanggal 27 Desember 1978 Tentang Perobahan Nama Negeri Elpaputih Menjadi Samasuru-Paulohy yang ditandatangani oleh Bupati saat itu SUGIARTO, B.Sc.
Beberapa pertimbangan dalam penerbitan surat keputusan Bupati tersebut adalah :
  1. Bahwa hasrat untuk merobah nama Negeri Elpaputih menjadi Negeri Samasuru-Paulohy oleh masyarakat negeri Elpaputih adalah tepat dan sesuai dengan nama asli Negerinya.
  2. Bahwa nama Negeri Elpaputih adalah ciptaan Pemerintah Penjajahan Belanda yang tidak sesuai dengan pola kebudayaan bangsa.
Penerbitan keputusan ini telah melalui pembahasan dan mendapat persetujuan DPRD Kabupaten Daerah Tingkat II Maluku Tengah dengan keputusan nomor KPTS.02/DPRD/1978-1979 tentang Persetujuan Perobahan Nama Negeri Elpaputih menjadi Negeri Samasuru-Paulohy. 
Perkembangan lebih lanjut terjadi perubahan Nama Negeri Samasuru-Paulohy menjadi Sapaloni pada tahun 1982, ini didasarkan pada alasan bahwa dalam lingkungan Negeri Samasuru – Paulohy masih ada masyarakat Negeri Many dan Poklawoni yang hidup berdampingan dalam satu territorial Negeri sehingga dirubah nama negeri menjad SAPALONI yang merupakan singkatan penggabungan nama Samasuru-Paulohy-Poklawoni-Many.

Penggunaan nama Negeri Samasuru-Paulohy dan Sapaloni secara tidak sadar telah menimbulkan permasalahan mendasar karena mengandung makna yang membedakan dalam indentitas masyarakat negeri, sangat rawan untuk dipolitisir dan juga sebagai symbol pembeda masyarakat.  Dalam konsep ini terdapat kelompok-kelompok masyarakat yang berbeda menurut asal usul sehingga menimbulkan permasalahan disharmonisasi terutama karena persaingan untuk memperoleh akses kekuasaan di lingkup pemerintahan Negeri.  fakta ini dibuktikan dengan sering terjadi perkelahian/pertikaian antara kedua kelompok masyarakat.
Tercatat pada tahun 1994 pertikaian besar antara masyarakat Samasuru dan Paulohy pernah terjadi pada saat akan diresmikannya gedung gereja sektor Samasuru,  sekali lagi penyebab permasalahannya adalah menyangkut nama gereja yang akan digunakan,  penggunaan nama Gedung Gereja Sektor Samasuru dipandang mengandung unsur politik sehingga tidak disetujui, dan berdasarkan kesepakatan dalam pertemuan antara Pj.Kepala Desa Sapaloni (sdr.M. Mailopuw) beserta staf, tokoh masyarakat dan Ketua Klasis Masohi yang difasilitasi oleh Badan Koordinasi Intelijen Daerah (BAKORINDA) Kabupaten Maluku Tengah yang berlansung di Aula Makodim 1502 guna membahas nama sekaligus peresmian gedung Gereja Sektor Samasuru disepakati nama yang digunakan adalah Gereja Sinar Kasih di Sektor Sinar Kasih Jemaat Elpaputih selanjutnya sebutan sektor Samasuru disesuaikan menjadi Sektor Sinar Kasih yang selanjutnya diresmikan pada tanggal 19 Desember 1994.
Dengan berbagai pertimbangan perkembangan hubungan kedua Negeri maka pada tahun 1994, Pemerintah Negeri Sapaloni kembali mengusulkan pengembalian nama Negeri Sapaloni Menjadi Negeri Elpaputih sesuai surat  tertanggal 5 Nopember 1996 yang ditandatangani oleh Kepala Desa Sapaloni (Th. Kaihena) dan tokoh-tokoh masyarakat Paulohy tanpa mendapat persetujuan dari masyarakat Samasuru sehingga kembali lagi terjadi pertikaian antara warga. 
Melihat pasang surut hubungan masyarakat Negeri di negeri Sapaloni, serta perkembangan terbaru berupa usulan untuk pengembalian status Negeri bagi Negeri-Negeri yang pernah di satukan dalam Negeri Elpaputih menjadi kewajiban pemerintah Kabupaten Maluku Tengah  untuk melakukannya dalam waktu yang tidak terlalu lama,  dengan melakukan pengakuan dan pengembalian status sebagai Negeri pada masing-masing Negeri untuk berdiri secara  sendiri-sendiri dan membentuk organisasi pemerintahannya sesuai kewenangan yang dimilikinya.













8 komentar:

  1. Dangke bung untuk Tulisannya

    Kalau bung punya surat keterangan tertanggal tanggal 14 Juni 1983 tentang hubungan Pela antara Negeri Tihulale deng Negeri Samasuru beta bisa minta copiannya bung?

    BalasHapus
  2. Dangke bung untuk Tulisannya

    Kalau bung punya surat keterangan tertanggal tanggal 14 Juni 1983 tentang hubungan Pela antara Negeri Tihulale deng Negeri Samasuru beta bisa minta copiannya bung?

    BalasHapus
  3. bung hany ... semua dokumennya ada di bagian pemerintahan setda malteng dan bahan ini dijadikan kajian pengembalian status negeri tidak hanya samasuru tetapi juga negeri2 asli lainnya.

    BalasHapus
  4. bung hany ... semua dokumennya ada di bagian pemerintahan setda malteng dan bahan ini dijadikan kajian pengembalian status negeri tidak hanya samasuru tetapi juga negeri2 asli lainnya.

    BalasHapus
  5. Ok bung Kecamatan Amahai dangke banya,,
    beta pikir ada kopiannya beta minta untuk di email ke beta cuman harus ke Kecamatan Amahai ya

    BalasHapus
  6. Kajiannya sangat akurat karena disertai data2 Sejarah serta pengungkapan fakta dari mereka yang mengetahui fakta sejarah.

    BalasHapus
  7. Andaikata Orang Samasuru yang menyampaikan argumen ini, bisa saja tidak objektif..Namun sangat berbeda kalau para peneliti sejarah, serta kesaksian2 dari berbagai pihak yang memiliki kedekatan sejarah dengan Negeri Samasuru, serta daerah2 terdekat sudah terbentuk sejak dahulu kala , maka itulsh bukti sejarah yang tidak bisa terbantahkan. Saya selalu berkeyakinan..Sebuah KENBENARAN sekalipun ditutupi oleh seribu kebohongan, suatu waktu KEBENARAN itu akan muncul sebagai pemenang..

    BalasHapus
  8. Casino - Dr. Majestic Entertainment - DRMCD
    Dr. Majestic Entertainment, located 안양 출장샵 in Majestic, MN at 안양 출장샵 Majestic 문경 출장마사지 Gaming Arena is open 24 청주 출장마사지 hours daily. It 서귀포 출장샵 is owned by the Majestic Gaming

    BalasHapus